Mantan CEO Qantas, Alan Joyce, Terima Potongan Gaji Rp 135 Miliar
Mantan CEO Qantas, Alan Joyce, telah menerima potongan gaji sebesar AU$13,7 juta (sekitar Rp 135 miliar) setelah perusahaan tersebut menghadapi kritik keras mengenai kenaikan harga tiket dan layanan buruk selama periode liburan Natal.
Penurunan Penghasilan dan Kritik Publik
Keputusan untuk mengurangi gaji Joyce diumumkan pada bulan Februari 2023, tak lama setelah Qantas melaporkan penurunan keuntungan sebesar 84% dalam semester pertama tahun fiskal 2023. Perusahaan tersebut juga menghadapi sejumlah masalah operasional, termasuk keterlambatan penerbangan, pembatalan, dan hilangnya bagasi.
Kritik pedas pun dilontarkan kepada Qantas, dengan para pengguna media sosial dan media massa menyorot buruknya pelayanan yang diterima. Kenaikan harga tiket yang signifikan juga menjadi bahan sorotan, memicu kemarahan publik yang meluas.
Langkah-langkah untuk Memperbaiki Citra
Dalam menghadapi tekanan publik, Qantas mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki citra perusahaan, termasuk menawarkan kompensasi kepada pelanggan yang terdampak oleh gangguan operasional.
"Kami mengerti bahwa kami belum memenuhi harapan pelanggan," ujar Chairman Qantas, Richard Goyder, dalam sebuah pernyataan.
Joyce sendiri menyatakan bahwa ia memahami kekecewaan pelanggan dan berkomitmen untuk memperbaiki kinerja perusahaan.
Kontroversi Potongan Gaji
Meskipun demikian, keputusan untuk mengurangi gaji Joyce tetap menuai kontroversi. Beberapa pihak berpendapat bahwa potongan tersebut tidak cukup, mengingat besarnya kerugian yang dialami oleh perusahaan.
"Ini hanyalah tindakan simbolis," ujar seorang analis industri penerbangan. "Joyce masih akan menerima jutaan dolar, sementara para pekerja Qantas harus menghadapi pengurangan gaji dan kondisi kerja yang buruk."
Masa Depan Qantas
Masa depan Qantas masih belum pasti, meskipun perusahaan telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan layanan dan meningkatkan kinerja operasional.
"Kami berkomitmen untuk membangun kembali kepercayaan pelanggan dan membangun bisnis yang lebih kuat," ujar Goyder.
Namun, tantangan yang dihadapi Qantas masih cukup besar. Perusahaan harus berhadapan dengan persaingan yang ketat di industri penerbangan, serta tekanan ekonomi global yang semakin meningkat.
Artikel ini akan terus diperbarui dengan perkembangan terbaru mengenai kasus ini.